Jumat, 25 Februari 2011

NAMRU 2 Lab.Virus dan Kuman terbesar di Asia Tenggara berada di Jakarta

PERNAHKAH Anda
mendengar sesuatu mengenai NAMRU ? “Mahluk”
aneh ini sangat mirip Kuda Troya
dalam legenda Yunani. Ciri-cirinya : rambut
pirang, tampang arogan, selalu
membawa senjata api ke mana-mana, bebas
berkeliaran di wilayah kedaulatan
Indonesia; dan suka-sukanya saja kalau mau
keluar masuk negeri yang kita cintai
ini.
Diam-diam, dan
benar-benar luput dari perhatian masyarakat
Indonesia, ternyata NAMRU sudah 40
tahun bercokol di wilayah NKRI. Cobalah ingat-
ingat, terutama bagi pembaca yang
sudah berusia sekitar 40 tahun, pernahkah
seumur hidup Anda mendengar sesuatu
mengenai NAMRU ? Mungkin sekitar 99,9 %
penduduk Indonesia tidak pernah tahu
atau menyadari kehadiran lembaga yang
misterius ini. Nama lengkapnya adalah
Namru 2.
Kenapa NAMRU bisa
bercokol begitu lama di Indonesia ? Apa yang
mereka cari di negara kepulauan
ini, dan apa manfaat kehadiran mereka bagi
Indonesia ? Dan, kenapa lembaga dari
Amerika Serikat ini terkesan begitu misterius ?
Banyak sekali pertanyaan yang
tak terjawab mengenai lembaga riset ini. Dan aku
berani memastikan, tak satu
pun wartawan di Indonesia memiliki akses ke
lembaga ini; malahan mungkin mereka
pun tak pernah tahu keberadaan NAMRU.
Nama NAMRU
tercetak di surat kabar dan mulai dibicarakan di
kalangan yang sangat terbatas,
baru dalam beberapa bulan ini. Beritanya pun
sangat tidak menarik, lebih tepat
disebut membosankan; karena yang ditonjolkan
adalah tuntutan pemerintah
Idonesia agar para peneliti di lembaga itu mentaati
peraturan yang berlaku di
Indonesia; termasuk ihwal pencabutan kekebalan
diplomatik mereka. Sebuah
tuntutan yang aneh dan menyedihkan, oleh
sebuah negara yang berdaulat. Kenapa
bukan Indonesia sendiri yang menegakkan aturan
dan menjatuhkan sanksi tegas
jika dilanggar ?
Berita tentang
NAMRU baru memiliki magnitude besar ketika
Menteri Kesehatan Siti Fadilah
Supari mencak-mencak, baru-baru ini. Pasalnya,
dia sempat diharuskan menunggu
sekitar 10 menit sebelum diizinkan masuk; ketika
mengunjungi laboratorium milik
lembaga itu secara mendadak Rabu lalu (16/4).
“ Saya disuruh
menunggu 10 menit karena tidak melaporkan
akan datang, ”ujar Siti Fadilah kepada
wartawan. Padahal, katanya dengan nada
gemas, ”Laboratorium mereka kan berada di
tanah milik Departemen Kesehatan.”
Laboratorium
NAMRU berada di komplek Balitbang Departemen
Kesehatan di Jalan Percetakan
Negara, Rawasari, Jakarta Pusat.
Laboratorium
kuman, sejak tahun 1968
NAMRU 2 adalah
singkatan dari The US Naval Medical Reseach Unit
Two. Dari namanya saja sudah
tercium aroma militer. Memang benar, lembaga
riset ini berada di bawah otoritas
Angkatan Laut Amerika Serikat. Wajar sekali kalau
Anda bertanya : kok bisa sih
lembaga riset di bawah otoritas militer negara lain
beroperasi di wilayah
Indonesia ?
Lembaga riset ini
beroperasi di Indonesia sejak tahun 1968.
Awalnya, Indonesia yang meminta
mereka datang untuk meneliti wabah sampar di
Jawa Tengah. Ternyata manjur.
Berkat rekomendasi NAMRU, wabah sampar
yang merajalela berhasil dijinakkan.
Dua tahun
kemudian, terjadi wabah malaria di Papua.
NAMRU kembali diminta bantuannya.
Bahkan kali ini kehadiran mereka diikat dalam
sebuah MOU, ditanda tangani oleh
Menteri Kesehatan GA Siwabessy dan Duta Besar
AS, Francis Galbraith.
MOU itulah yang
menjadi landasan hukum laboratorium di bawah
kendali Angkatan Laut AS itu terus
bercokol di Indonesia, biar pun selama puluhan
tahun tidak ada lagi wabah
penyakit menular; dan biar pun tuan rumah tidak
lagi membutuhkan bantuannya..
Dalam MOU itu
dijelaskan, tujuan kerjasama adalah untuk
pencegahan, pengawasan dan diagnosis
berbagai penyakit menular di Indenesia. NAMRU
diberikan banyak sekali
kelonggaran, terutama fasilitas kekebalan
diplomatik buat semua stafnya; dan
izin untuk memasuki seluruh wilayah Indonesia.
Memang ada
klausul dalam MOU itu, setiap 10 tahun kerjasama
tersebut dapat ditinjau
kembali. Belakangan, Indonesia memang merasa
tertipu oleh perjanjian yang
“ amburadul” itu. Namun semua usaha yang
dilakukan untuk mengontrol Namru 2
tidak satu pun yang berhasil. Buktinya, selama
periode tahun 2.000-2005,
lembaga riset ini tetap beroperasi, kendati izinnya
sudah habis.
Kuda Troya di
beranda rumah kita
Selama 40 tahun
laboratorium kuman ini beroperasi di Indonesia,
kehadirannya persis seperti
siluman, dan pihak tuan rumah selalu merasa tak
berdaya menghadapinya. Kalau
semula NAMRU datang karena diundang untuk
menolong, belakangan lembaga ini
sendirilah yang ingin bertahan di sini, dan mulai
bertindak semaunya.
Antara tahun 1980
dan 1985 pemerintah berusaha merevisi
perjanjian dengan NAMRU. Namun selagi
para pejabat kita memutar otak untuk membuat
regulasi yang membatasi ruang
gerak lembaga ini di Indonesia, NAMRU malah
mendirikan laboratorium di
Jayapura. Alasannya, untuk meneliti malaria di
sana; padahal pada masa itu
malaria bukan lagi masalah siginifikan di Irian
Jaya.
Kemudian pada
tahun 1991, AS menaikkan status NAMRU yang
tadinya setingkat detasemen menjadi
tingkat komando. Pada saat bersamaan status
NAMRU di Filipina diturunkan, dan
bahkan akhirnya ditutup pada 1994. NAMRU di
Jakarta kemudian diberikan kedok
sebagai lembaga riset kemanusiaan, dengan
meminjam tangan WHO yang menetapkan
NAMRU sebagai pusat kolaborasi untuk berbagai
penyakit di Asia Tenggara.
Pada tahun 1998,
Menteri Pertahanan/Panglima TNI, Wiranto
mendesak pemerintah, agar kerjasama
dengan NAMRU dihentikan. Wiranto menjelaskan
di dalam rapat kabinet, kehadiran
23 peneliti lembaga AS itu —yang nota bene
mendapat fasilitas kekebalan
diplomatik, sangat tidak menguntungkan bagi
kepentingan pertahanan dan keamanan
Inonesia.
Kemudian pada
1999, Menteri Luar Negeri Ali Alatas menyurati
Presiden BJ Habibie.
Dijelaskannya, keberadaan NAMRU sangat
berkaitan erat dengan Protokol
Verifikasi Konvensi Senjata Biologi. Protokol itu
akan membebani Indonesia,
khususnya dalam hal deklarasi dan investigasi
karena area investigasi yang
ditetapkan harus seluas 500 kilometer persegi;
sedangkan NAMRU ada di tengah
kota Jakarta.
Selama ini, semua
upaya yang dilakukan pemerintah untuk
mengontrol NAMRU tidak pernah
dipublikasikan, sehingga rakyat Indonesia tidak
tahu apa-apa. Penduduk Jakarta
pun pasti tidak pernah bermimpi bahwa sebuah
laboratorium kuman terbesar di
Asia Tenggara ada di kota mereka. Lokasi
laboratorium ini di Rawasari, Jakarta,
adalah kawasan padat penduduk dan dekat
dengan pasar tradisional. Bayangkan
kalau ada kuman berbahaya terlepas, penduduk
akan mati konyol tanpa pernah
mengerti apa yang terjadi.
Sejarah
berulang, dari Tjut Njak Dien ke Siti Fadilah
Barulah setelah
Menkes menggebrak, keberadaan NAMRU
terungkap ke masyarakat luas. Selain
melakukan kunjungan mendadak ke laboratorium
itu, Menkes juga mengeluarkan
kebijakan melarang semua rumah sakit di
Indonesia mengirimkan sampel ke NAMRU.
Kegagahan Siti
Fadilah seperti sejarah yang berulang. Ketika
bangsa ini merasa tak berdaya
terhadap kekuatan asing, akhirnya kaum
perempuanlah yang merepet, menggebrak
dan melawan. Dulu dipimpin Tjut Njak Dien di
masa lalu, sekarang dipelopori
Siti Fadilah.
Gebrakan yang
dilakukan Menkes ternyata segera menular. Senin
pagi kemarin (21/4), Forum
Pembela Tanah Air menggelar unjuk rasa di DPR,
kantor Menkes dan Departemen
Luar Negeri. Mereka mendesak agar NAMRU lebih
transparan agar tidak muncul
dugaan-dugaan yang tidak benar. Inilah pertama
kalinya selama 40 tahun
masyarakat Indonesia bereaksi terhadap
kehadiran NAMRU..
“ Selama ini saya
tidak tahu apa-apa yang dilakukan NAMRU, hanya
tahu sebagian kecil aktivitas
mereka, ”tutur Menteri Kesehatan Siti Fadilah
Supari kepada Kompas. “Selama ini
NAMRU jalan sendiri, mereka punya program
sendiri. Ke depan mudah-mudahan lebih
transparan. Kalau mau kerjasama, MOU harus
saling menguntungkan, jelas untuk
rakyat. ”
Menkes mengakui,
dalam pencegahan wabah flu burung pada tahun
2005 NAMRU yang mempekerjakan 60
peneliti dan staf, cukup berperan. Namun dari
seluruh pernyataannya, tersirat
betapa gemasnya Menkes karena kekuasaannya
sebagai menteri ternyata tidak
mempan untuk mengontrol lembaga riset itu.
Betapa kedaulatan Indonesia
diinjak-injak oleh lembaga milik negara adidaya
AS itu.
NAMRU memang tak
tersentuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar