Rabu, 16 Maret 2011

Umar bin khatab dan Esbeye

Shalawat dan salam padamu ya Rasulullah SAW
Dengan akhlaqmu yang mulia yang dikaruniakan
Allah SWT, telah memberikan petunjuk
bagi seorang sahabatmu Umar bn Khatab RA yang
menjadi salah satu panutan umat ini diakhir
zaman.
Menjalankan Pemerintahan
Pada suatu hari, Amirul Mukminin Umar bin
Khattab r.a naik mimbar dan berkhutbah, “Wahai,
kaum muslimin! Apakah tindakanmu apabila aku
memiringkan kepalaku ke arah dunia seperti
ini ?” (lalu beliau memiringkan kepalanya). Seorang
sahabat menghunus pedangnya. lalu, sambil
mengisyaratkan gerakan memotong leher, ia
berkata, “Kami akan melakukan ini.” Umar
bertanya, “maksudmu, kau akan melakukannya
terhadapku?” Orang itu menjawab, “Ya!” lalu
Amirul Mukminin berkata, “Semoga Allah
memberimu rahmat! Alhamdulillah, yang telah
menjadikan di antara rakyatku orang apabila aku
menyimpang dia meluruskan aku. ”
Menentang Pemborosan
Umar bin Khattab r.a mendengar bahwa salah
seorang anaknya membeli cincin bermata seharga
seribu dirham. ia segera menulis surat teguran
kepadanya dengan kata-kata sebagai berikut: “Aku
mendengar bahwa engkau membeli cincin
permata seharga seribu dirham. Kalau hal itu
benar, maka segera juallah cincin itu dan gunakan
uangnya untuk mengenyangkan seribu orang
yang lapar, lalu buatlah cincin dari besi dan ukirlah
dengan kata-kata, “Semoga Allah merahmati orang
yang mengenali jati dirinya.”
Khalifah Umar Meminjam Uang
Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab r.a
membutuhkan uang untuk keperluan pribadi. ia
menghubungi Abdurrahman bin ‘Auf, sahabat
yang tergolong kaya, untuk meminjam uang 400
dirham. Abdurrahman bertanya, “mengapa
engkau meminjam dari saya? Bukankah kunci
baitul maal (kas negara) ada di tanganmu?
mengapa engkau tidak meminjam dari sana ?”
Umar r.a menjawab, Aku tidak mau meminjam
dari baitul maal. Aku takut pada saat maut
merenggutku, engkau dan segenap kaum
muslimin menuduhku sebagai pemakai uang baitul
maal. Dan kalau hal itu terjadi, di akhirat amal
kebajikanku pasti dikurangi. Sedangkan kalau aku
meminjam dari engkau, jika aku meninggal
sebelum aku melunasinya, engkau dapat menagih
utangku dari ahli warisku. ”
Umar Mengakui Kesalahan
Saat itu Umar bin Khattab r.a sedang berkhutbah,”
Jangan memberikan emas kawin lebih dari 40
uqiyah (1240 gram). Barangsiapa melebihkannya
maka kelebihannya akan kuserahkan ke baitul
maal. ” Dengan berani, seorang wanita
menjawab,”Apakah yang dihalalkan Allah akan
diharamkan oleh Umar? Bukankah Allah berfirman,
…… sedang kamu telah memberikan kepada
seseorang di antara mereka sejumlah harta, maka
janganlah kamu mengambil dari padanya
sedikitpun ………(An Nisaa’:20) Umar berkata,” Benar
apa yang dikatakan wanita itu dan Umar salah.”
Selama ini, kita hanya mengetahui bahwa hanya
ada dua sahabat Rasul yang benar-benar sangat
kaya, yaitu Abdurrahman bin Auf dan Ustman bin
Affan. Namun sebenarnya, sejarah juga sedikit
banyak seperti “mengabaikan” kekayaan yang
dipunyai oleh sahabat-sahabat yang lain.
Ingat perkataan Umar bin Khattab bahwa ia tak
pernah bisa mengalahkan amal sholeh Abu Bakar?
Itu artinya, siapapun tak bisa menandingi jumlah
sedekah dan infaqnya Abu Bakar As-Shiddiq.
Lantas, bagaimana dengan kekayaan Umar bin
Khattab sendiri? Khalifah setelah Abu Bakar itu
dikenal sangat sederhana. Tidur siangnya
beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon
kurma, dan ia hampir tak pernah makan kenyang,
menjaga perasaan rakyatnya. Padahal, Umar
adalah seorang yang juga sangat kaya.
Ketika wafat, Umar bin Khattab meninggalkan
ladang pertanian sebanyak 70.000 ladang, yang
rata-rata harga ladangnya sebesar Rp 160 juta —
perkiraan konversi ke dalam rupiah. Itu berarti,
Umar meninggalkan warisan sebanyak Rp 11,2
Triliun. Setiap tahun, rata-rata ladang pertanian saat
itu menghasilkan Rp 40 juta, berarti Umar
mendapatkan penghasilan Rp 2,8 Triliun setiap
tahun, atau 233 Miliar sebulan.
Umar ra memiliki 70.000 properti. Umar ra selalu
menganjurkan kepada para pejabatnya untuk tidak
menghabiskan gajinya untuk dikonsumsi.
Melainkan disisakan untuk membeli properti. Agar
uang mereka tidak habis hanya untuk dimakan.
Namun begitulah Umar. Ia tetap saja sangat
berhati-hati. Harta kekayaannya pun ia pergunakan
untuk kepentingan dakwah dan umat. Tak sedikit
pun Umar menyombongkan diri dan
mempergunakannya untuk sesuatu yang mewah
dan berlebihan.
Menjelang akhir kepemimpinan Umar, Ustman bin
Affan pernah mengatakan, “Sesungguhnya,
sikapmu telah sangat memberatkan siapapun
khalifah penggantimu kelak. ” Subhanallah! Semoga
kita bisa meneladani Umar bin Khattab. (sa/
berbagaisumber/Fikih Ekonomi Umar bin Al-
Khattab/khalifa)
Umar hidup seperti orang biasa dan setiap orang
bebas menanyakan tindakan-tindakannya. Suatu
ketika ia berkata: “Aku tidak berkuasa apa pun
terhadap Baitul Mal (harta umum) selain sebagai
petugas penjaga milik yatim piatu. Jika aku kaya,
aku mengambil uang sedikit sebagai pemenuh
kebutuhan sehari-hari. Saudara-saudaraku sekalian!
Aku abdi kalian, kalian harus mengawasi dan
menanyakan segala tindakanku. Salah satu hal
yang harus diingat, uang rakyat tidak boleh
dihambur-hamburkan. Aku harus bekerja di atas
prinsip kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. ”
Suatu kali dalam sebuah rapat umum, seseorang
berteriak: “O, Umar, takutlah kepada Tuhan.” Para
hadirin bermaksud membungkam orang itu, tapi
Khalifah mencegahnya sambil berkata: “Jika sikap
jujur seperti itu tidak ditunjukan oleh rakyat, rakyat
menjadi tidak ada artinya. Jika kita tidak
mendengarkannya, kita akan seperti mereka. ”
Suatu kebebasan menyampaikan pendapat telah
dipraktekan dengan baik.
Ketika berpidato suatu kali di hadapan para
gubernur, Khalifah berkata: “Ingatlah, saya
mengangkat Anda bukan untuk memerintah
rakyat, tapi agar Anda melayani mereka. Anda
harus memberi contoh dengan tindakan yang baik
sehingga rakyat dapat meneladani Anda. ”
Pada saat pengangkatannya, seorang gubernur
harus menandatangani pernyataan yang
mensyaratkan bahwa “Dia harus mengenakan
pakaian sederhana, makan roti yang kasar, dan
setiap orang yang ingin mengadukan suatu hal
bebas menghadapnya setiap saat. ” Menurut
pengarang buku Futuhul-Buldan, di masa itu dibuat
sebuah daftar barang bergerak dan tidak bergerak
begitu pegawai tinggi yang terpilih diangkat. Daftar
itu akan diteliti pada setiap waktu tertentu, dan
penguasa tersebut harus mempertanggung-
jawabkan terhadap setiap hartanya yang
bertambah dengan sangat mencolok. Pada saat
musim haji setiap tahunnya, semua pegawai tinggi
harus melapor kepada Khalifah. Menurut penulis
buku Kitab ul-Kharaj, setiap orang berhak
mengadukan kesalahan pejabat negara, yang
tertinggi sekalipun, dan pengaduan itu harus
dilayani. Bila terbukti bersalah, pejabat tersebut
mendapat ganjaran hukuman.
Muhammad bin Muslamah Ansari, seorang yang
dikenal berintegritas tinggi, diangkat sebagai
penyelidik keliling. Dia mengunjungi berbagai
negara dan meneliti pengaduan masyarakat. Sekali
waktu, Khalifah menerima pengaduan bahwa Sa’ad
bin Abi Waqqash, gubernur Kufah, telah
membangun sebuah istana. Seketika itu juga Umar
memutus Muhammad Ansari untuk menyaksikan
adanya bagian istana yang ternyata menghambat
jalan masuk kepemukiman sebagian penduduk
Kufah. Bagian istana yang merugikan kepentingan
umum itu kemudian dibongkar. Kasus pengaduan
lainnya menyebabkan Sa ’ad dipecat dari
jabatannya.
Seorang sejarawan Eropa menulis dalam The
Encyclopedia of Islam: “Peranan Umar sangatlah
besar. Pengaturan warganya yang non-Muslim,
pembentukan lembaga yang mendaftar orang-
orang yang mendapat hak untuk pensiun tentara
(divan), pengadaan pusat-pusat militer (amsar)
yang dikemudian hari berkembang menjadi kota-
kota besar Islam, pembentukan kantor kadi (qazi),
semuanya adalah hasil karyanya. Demikian pula
seperangkat peraturan, seperti sembahyang
tarawih di bulan Ramadhan, keharusan naik haji,
hukuman bagi pemabuk, dan hukuman
pelemparan dengan batu bagi orang yang
berzina. ”
khalifah menaruh perhatian yang sangat besar
dalam usaha perbaikan keuangan negara, dengan
menempatkannya pada kedudukan yang sehat. Ia
membentuk “Diwan” (departemen keuangan) yang
dipercayakan menjalankan administrasi
pendapatan negara.
Pendapatan persemakmuran berasal dari sumber :
Zakat atau pajak yang dikenakan secara bertahap
terhadap Muslim yang berharta. Kharaj atau pajak
bumi Jizyah atau pajak perseorangan. Dua pajak
yang disebut terakhir, yang membuat Islam
banyak dicerca oleh sejarawan Barat, sebenarnya
pernah berlaku di kerajaan Romawi dan Sasanid
(Parsi). Pajak yang dikenakan pada orang non
Muslim jauh lebih kecil jumlahnya dari pada yang
dibebankan pada kaum Muslimin. Khalifah
menetapkan pajak bumi menurut jenis
penggunaan tanah yang terkena. Ia menetapkan 4
dirham untuk satu Jarib gandum. Sejumlah 2
dirham dikenakan untuk luas tanah yang sama tapi
ditanami gersb (gandum pembuat ragi). Padang
rumput dan tanah yang tidak ditanami tidak
dipungut pajak. Menurut sumber-sumber sejarah
yang dapat dipercaya, pendapatan pajak tahunan
di Irak berjumlah 860 juta dirham. Jumlah itu tak
pernah terlampaui pada masa setelah wafatnya
Umar.
Ia memperkenalkan reform (penataan) yang luas di
lapangan pertanian, hal yang bahkan tidak terdapat
di negara-negara berkebudayaan tinggi di zaman
modern ini. Salah satu dari reform itu ialah
penghapusan zamindari (tuan tanah), sehingga
pada gilirannya terhapus pula beban buruk yang
mencekik petani penggarap. Ketika orang Romawi
menaklukkan Syria dan Mesir, mereka menyita
tanah petani dan membagi-bagikannya kepada
anggota tentara, kaum ningrat, gereja, dan
anggota keluarga kerajaan.
Sejarawan Perancis mencatat: “Kebijaksanaan
liberal orang Arab dalam menentukan pajak dan
mengadakan land reform sangat banyak
pengaruhnya terhadap berbagai kemenangan
mereka di bidang kemiliteran. ”
Ia membentuk departemen kesejahteraan rakyat,
yang mengawasi pekerjaan pembangunan dan
melanjutkan rencana-rencana. Sejarawan terkenal
Allamah Maqrizi mengatakan, di Mesir saja lebih
dari 20.000 pekerja terus-menerus dipekerjakan
sepanjang tahun. Sejumlah kanal di bangun di
Khuzistan dan Ahwaz selama masa itu. Sebuah
kanal bernama “Nahr Amiril Mukminin,” yang
menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah,
dibangun untuk menjamin pengangkutan padi
secara cepat dari Mesir ke Tanah Suci.
Selama masa pemerintahan Umar diadakan
pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan
kekuasaan eksekutif. Von Hamer mengatakan,
“Dahulu hakim diangkat dan sekarang pun masih
diangkat. Hakim ush-Shara ialah penguasa yang
ditetapkan berdasarkan undang-undang, karena
undang-undang menguasai seluruh keputusan
pengadilan, dan para gubernur dikuasakan
menjalankan keputusan itu. Dengan demikian
dengan usianya yang masih sangat muda, Islam
telah mengumandangkan dalam kata dan
perbuatan, pemisahan antara kekuasaan
pengadilan dan kekuasaan eksekutif. ” Pemisahan
seperti itu belum lagi dicapai oleh negara-negara
paling maju, sekalipun di zaman modern ini.
Umar sangat tegas dalam penegakan hukum yang
tidak memihak dan tidak pandang bulu. Suatu
ketika anaknya sendiri yang bernama Abu
Syahma, dilaporkan terbiasa meminum khamar.
Khalifah memanggilnya menghadap dan ia sendiri
yang mendera anak itu sampai meninggal. Cemeti
yang dipakai menghukum Abu Syahma
ditancapkan di atas kuburan anak itu.
Kebesaran Khalifah Umar juga terlihat dalam
perlakuannya yang simpatik terhadap warganya
yang non Muslim. Ia mengembalikan tanah-tanah
yang dirampas oleh pemerintahan jahiliyah kepada
yang berhak yang sebagian besar non Muslim. Ia
berdamai dengan orang Kristen Elia yang
menyerah. Syarat-syarat perdamaiannya ialah:
“ Inilah perdamaian yang ditawarkan Umar, hamba
Allah, kepada penduduk Elia. Orang-orang non
Muslim diizinkan tinggal di gereja-gereja dan
rumah-rumah ibadah tidak boleh dihancurkan.
Mereka bebas sepenuhnya menjalankan ibadahnya
dan tidak dianiaya dengan cara apa pun. ” Menurut
Imam Syafi’i ketika Khalifah mengetahui seorang
Muslim membunuh seorang Kristen, ia
mengijinkan ahli waris almarhum menuntut balas.
Akibatnya, si pembunuh dihukum penggal kepala.
Khalifah Umar juga mengajak orang non Muslim
berkonsultasi tentang sejumlah masalah
kenegaraan. Menurut pengarang Kitab al-Kharaj,
dalam wasiatnya yang terakhir Umar
memerintahkan kaum Muslimin menepati
sejumlah jaminan yang pernah diberikan kepada
non Muslim, melindungi harta dan jiwanya,
dengan taruhan jiwa sekalipun. Umar bahkan
memaafkan penghianatan mereka, yang dalam
sebuah pemerintahan beradab di zaman sekarang
pun tidak akan mentolerirnya. Orang Kristen dan
Yahudi di Hems bahkan sampai berdoa agar orang
Muslimin kembali ke negeri mereka. Khalifah
memang membebankan jizyah, yaitu pajak
perlindungan bagi kaum non Muslim, tapi pajak itu
tidak dikenakan bagi orang non Muslim, yang
bergabung dengan tentara Muslimin.
Khalifah sangat memperhatikan rakyatnya,
sehingga pada suatu ketika secara diam-diam ia
turun berkeliling di malam hari untuk menyaksikan
langsung keadaan rakyatnya. Pada suatu malam,
ketika sedang berkeliling di luar kota Madinah, di
sebuah rumah dilihatnya seorang wanita sedang
memasak sesuatu, sedang dua anak perempuan
duduk di sampingnya berteriak-teriak minta
makan. Perempuan itu, ketika menjawab Khalifah,
menjelaskan bahwa anak-anaknya lapar,
sedangkan di ceret yang ia jerang tidak ada apa-
apa selain air dan beberapa buah batu. Itulah
caranya ia menenangkan anak-anaknya agar
mereka percaya bahwa makanan sedang
disiapkan. Tanpa menunjukan identitasnya,
Khalifah bergegas kembali ke Madinah yang
berjarak tiga mil. Ia kembali dengan memikul
sekarung terigu, memasakkannya sendiri, dan
baru merasa puas setelah melihat anak-anak yang
malang itu sudah merasa kenyang. Keesokan
harinya, ia berkunjung kembali, dan sambil
meminta maaf kepada wanita itu ia meninggalkan
sejumlah uang sebagai sedekah kepadanya.
Khalifah yang agung itu hidup dengan cara yang
sangat sederhana. Tingkat kehidupannya tidak lebih
tinggi dari kehidupan orang biasa. Suatu ketika
Gubernur Kufah mengunjunginya sewaktu ia
sedang makan. Sang gubernur menyaksikan
makanannya terdiri dari roti gersh dan minyak
zaitun, dan berkata, “Amirul mukminin, terdapat
cukup di kerajaan Anda; mengapa Anda tidak
makan roti dari gandum ?” Dengan agak
tersinggung dan nada murung, Khalifah bertanya,
“ Apakah Anda pikir setiap orang di kerajaanku
yang begitu luas bisa mendapatkan gandum?”
“Tidak,” Jawab gubernur. “Lalu, bagaimana aku
dapat makan roti dari gandum? Kecuali bila itu bisa
dengan mudah didapat oleh seluruh rakyatku. ”
Tambah Umar.
Dalam kesempatan lain Umar berpidato di hadapan
suatu pertemuan. Katanya, “Saudara-saudara,
apabila aku menyeleweng, apa yang akan kalian
lakukan ?” Seorang laki-laki bangkit dan berkata,
“Anda akan kami pancung.” Umar berkata lagi
untuk mengujinya, “Beranikah anda mengeluarkan
kata-kata yang tidak sopan seperti itu kepadaku?”
“Ya, berani!” jawab laki-laki tadi. Umar sangat
gembira dengan keberanian orang itu dan berkata,
“ Alhamdulillah, masih ada orang yang seberani itu
di negeri kita ini, sehingga bila aku menyeleweng
mereka akan memperbaikiku. ”
Sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zaidan terhadap
prestasi Umar berkomentar: “Pada zamannya,
berbagai negara ia taklukkan, barang rampasan
kian menumpuk, harta kekayaan raja-raja Parsi
dan Romawi mengalir dengan derasnya di
hadapan tentaranya, namun dia sendiri
menunjukkan kemampuan menahan nafsu
serakah, sehingga kesederhanaannya tidak pernah
ada yang mampu menandingi. Dia berpidato di
hadapan rakyatnya dengan pakaian bertambalkan
kulit hewan. Dia mempraktekkan satunya kata
dengan perbuatan. Dia mengawasi para gubernur
dan jenderalnya dengan cermat dan dengan
cermat pula menyelidiki perbuatan mereka. Bahkan
Khalid bin Walid yang perkasa pun tidak terkecuali.
Dia berlaku adil kepada semua orang, dan bahkan
juga bagi orang non-Muslim. Selama masa
pemerintahannya, disiplin baja diterapkan secara
utuh. ”
Hendaknya para pemimpin negeri ini bisa
mencontoh Umar bin Khattab dalam memimpin
negeri ini. Mengedepankan kepentingan
masyarakat luas daripada kepentingannya sendiri
maupun golongannya. Menjadi pimpinan yang
benar-benar bertanggungjawab terhadap yang
dipimpinnya.
Tulisan ini bukan untuk meyudutkan seseorang
hanya sebagai pembanding untuk mengoreksi diri
khususnya diri ana pribadi,Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar